MAKALAH
THAHARAH (WUDHU)
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Fikih kepada Bapak A.M.Ismatullah,
S.Th.I,M.SI sebagai fasilitator
Disusun Oleh :
Kelompok III
Desi Anggraini
Darul Zhulfi
Masnan
M. Akbar
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI KEPENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SAMARINDA 2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr.Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. atas perkenan-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Thaharah (Wudhu)” ini dengan
tepat waktu.
Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Fikih yang telah
membimbing sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis
berharap makalah ini mampu memberikan wawasan pengetahuan dan pemahaman bagi
para pembaca khususnya bagi teman-teman mahasiswa lainnya dalam memahami masalah
thaharah yakni Wudhu.
Pada
akhirnya, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan dan menyempurnakan makalah ini. Dan tak lupa
pula penulis meminta kepada teman-teman untuk memberikan kritik
serta saran yang membangun bagi penulisan makalah selanjutnya.
Samarinda, 01 April 2012
Penulis
A. PENDAHULUAN
Wudhu adalah bersuci dengan air yang
dilakukan dengan cara khusus. Wudhu merupakan salah
satu amalan ibadah yang agung dan penting di dalam Islam. Sebelum melaksanakan
sholat dan ibadah lain diharuskan untuk bersuci dan berwudhu terlebih dahulu.
Rasulullah Saw. bersabda: “Wudhu adalah sebagian dari iman” dan “Kunci shalat
adalah kesucian”
Abu
Hurairah r.a. telah merilis tentang keutamaan wudhu. Bahwasannya Rasulullah
saw. bersabda, “Tidakkah aku tunjukkan kepadamu tentang amal yang menghapus
kesalahan dan meninggikan kedudukan?” Mereka menjawab, “Mau, ya Rasulullah.”
Nabi saw. bersabda, “Menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak
menyenangkan, memperbanyak langkah ke masjid, menunggu shalat setelah shalat.
Itulah ribath, itulah ribath, itulah ribath.” (Malik, Muslim, At Tirmidzi, dan
An-Nasa’i) Ribath adalah keterikatan diri di jalan Allah. Artinya, membiasakan
wudhu dengan menyempurnakannya dan beribadah menyamai jihad fi sabilillah. Dari
keterangan diatas telah kita ketahui betapa pentingnya bersuci dan berwudhu,
maka dalam makalah ini penulis ingin memaparkan hal-hal yang berkaitan tentang
wudhu.
B. Pengertian dan Dasar Hukum Wudhu
Wudhu
merupakan salah satu amalan ibadah yang agung di dalam Islam. Secara bahasa,
wudhu berasal dari kata Al-Wadha’ah, yang mempunyai arti kebersihan
dan kecerahan. Sedangkan menurut istilah, wudhu adalah menggunakan air untuk
anggota-anggota tubuh tertentu (yaitu wajah, dua tangan, kepala dan dua kaki)
untuk menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi seseorang untuk melaksanakan
shalat atau ibadah yang lain.[1]
Adapun
dasar hukum wudhu yang dilakukan seorang muslim sebagai salah satu cara bersuci
berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an, “Hai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka
basuhlah mukamu dan kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki...” (QS. Al-Maidah [5]: 6).
Perintah wajib wudhu ini bersamaan dengan perintah wajib shalat lima waktu,
yaitu satu tahun setengah sebelum Hijriah.
Dan
telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahawa Nabi Saw pernah bersabda, “Allah tidak akan menerima shalat seseorang
dari kamu, apabila ia berhadas, sampai ia berwudhu.” (HR Bukhari, Muslim
Abu Daud dan Tirmidzi).
Menurut
riwayat lain, “Allah tidak akan menerima
shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah yang berasal dari khianat (yakni
pencurian, korupsi dan sebagainya).
Untuk
berwudhu, haruslah menggunakan air yang suci dan mensucikan.Demikian pula,
apabila ada suatu zat yang dapat menghalangi sampainya air ke anggota tubuh
yang akan dibasuh atau disapu, seperti lilin, cat kuku (cutex) dan sebagainya, maka zat terssebut harus dihilangkan lebih dahulu
agar wudhu menjadi sah.[2]
C. Syarat, Rukun dan Sunnah Wudhu
1. Syarat-syarat Wudhu
Yang dimaksud dengan
syarat-syarat wudhu adalah perkara-perkara yang harus dipenuhi oleh orang yang
hendak berwudhu. Di antara syarat-syarat wudhu adalah:
a. Islam. Wudhu merupakan salah satu bentuk
ibadah dalam Islam di mana orang yang melakukannya dengan ikhlas serta sesuai
dengan tuntunan Allah akan diberi pahala. Adapun orang kafir, amalan-amalan
mereka seperti debu yang beterbangan yang tidak akan diterima oleh Allah ta’ala.
b. Berakal
c. Mumayiz (dewasa). Karena wudhu itu merupakan
ibadat yang wajib diniati, sedangkan orang yang tidak beagama islam dan orang
yang belum mumayiz tidak diberi hak untuk berniat.
d. Tidak berhadas besar
e. Dengan air yang suci dan menyucikan. Air
dikatakan suci atau masih suci manakala tidak tercampur oleh zat/barang yang
najis sehingga menjadi berubah salah satu dari tiga sifat, yaitu bau, rasa dan
warnanya. Apabila air telah terkena najis, misalnya air kencing atau yang
lainnya, kemudian menjadi berubah salah satu dari ketiga sifat di atas maka air
tersebut telah menjadi tidak suci lagi berdasarkan ijma’. Apabila air tersebut
tercampuri oleh sesuatu yang bukan najis, maka air tersebut masih boleh dipakai
untuk berwudhu apabila campurannya hanya sedikit. Namun apabila campurannya
cukup banyak sehingga menjadikan air tersebut tidak bisa dikatakan lagi sebagai
air, maka air yang telah berubah ini tidak dapat dipakai untuk berwudhu lagi
karena sudah tidak bisa dikatakan lagi sebagai air. Misalnya, ada air yang suci
sebanyak 1 liter. Air ini kemudian dicampur dengan 5 sendok makan susu bubuk
dan diaduk. Maka campuran air ini tidak bisa lagi dipakai untuk berwudhu karena
sudah berubah namanya menjadi “susu” dan tidak dikatakan sebagai air lagi.[3]
f. Tasmiyah. Yang dimaksud dengan tasmiyah
adalah membaca “bismillah”. Boleh juga apabila ditambah dengan “Ar-rohmanir Rohim”.
Tasmiyah ketika hendak memulai shalat merupakan syarat sah wudhu berdasarkan
sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,‘‘Tidak ada shalat bagi orang yang
tidak berwudhu dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah”.
(HR.Ibnu Majjah, Hasan)
g. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke
kulit, seperti getah dan sebagainya yang melekat di atas kulit anggota wudhu.[4]
2. Rukun-rukun Wudhu
Hal-hal yang wajib
dikerjakan dalam wudhu adalah:
a. Niat untuk berwudhu. Niat, menurut syariat,
adalah sengaja mengerjakan suatu perbuatan, demi keridhaan Allah SWT serta
mengikuti cara yang ditentukan oleh-Nya. Niat adalah perbuatan hati yang
menyertai setiap perbuatan ibadah, dan tidak wajib diikuti oleh ucapan lisan.
Tetapi jika diperlukan untuk menimbulkan konsentrasi, boleh saja
mengucapkannya. Misalnya dengan mengucapkan: “Saya berwudhu untuk menghilangkan
hadas.” Atau: “Saya berwudhu untuk sholat.” Dan sebagainya. Sabda Rasulullah
Saw: “Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat.” (Riwayat Bukhari dan
Muslim)
b. Membasuh muka. Batasnya ialah dari telinga
yang satu ke telinga yang lainnya, dan dari tempat tumbuh rambut kepala diatas
dahi, sampai sedikit di bawah dagu.
c. Membasuh
kedua tangan sampai dengan kedua siku.
d. Mengusap (menyapu) kepala dengan air,
walaupun hanya sebagian kecil sebaiknya tidak kurang dari selebar ubun-ubun,
baik yang disapu itu kulit atau rambut.
e. Membasuh
kedua kaki sampai dengan kedua mata kaki.
f. Tertib. Mengerjakan rukun-rukun wudhu diatas
secara berurutan, selain dari niat dan membasuh muka, keduanya wajib dilakukan
bersama-sama dan didahulukan dari yang lain. Kecuali apabila menyelam di dalam
air yang banyak, lalu berniat wudhu, maka seketika itu juga, telah sempurna
wudhunya.[5]
3. Sunah-sunah Wudhu
Selain rukun-rukun
wudhu yang wajib dikerjakan, ada pula beberapa perbuatan yang dianjurkan (atau
dusunnahkan) agar wudhu menjadi lebih sempurna:
a. Membaca Basmalah.
Ini adalah sunnah yang harus diucapkan saat memulai semua pekerjaan. Rasulullah
saw. bersabda, “Berwudhulah dengan menyebut nama Allah.” (Al-Baihaqi)
b. Bersiwak. Ini
sesuai dengan sabda Nabi saw., “Jika tidak akan memberatkan umatku, akan aku
perintahkan mereka bersiwak setiap kali berwudhu.” (Malik, Asy Syaf’iy,
Al-Baihaqi, dan Al-Hakim)
c. Membasuh dua
telapak tangan tiga kali basuhan di awal wudhu, sesuai hadits Aus bin Aus
Ats-Tsaqafiy r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. berwudhu dan membasuh
kedua tangannya tiga kali.” (Ahmad dan An Nasa’i)
d. Berkumur-kumur (tiga kali)
e. Menghisap air ke
hidung dan menyemburkannya keluar. Sunnahnya dilakukan secara berurutan, tiga
kali, menggunakan air baru, menghisap air ke hidung dengan tangan kanan dan
menyemburkannya dengan tangan kiri.
f.
Menyisir jenggot dengan jari-jari tangan. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah
meriwayatkannya dari Utsman dan Ibnu Abbas r.a.
g.
Mengulangi basuhan tiap anggota wudhu (muka, tangan, kepala dan kaki)
masing-masing sebanyak tiga kali.
h.Memulai
dari sisi kanan sebelum yang kiri, seperti dalam hadits Aisyah r.a.,
“Rasulullah saw. sangat menyukai memulai dari yang kanan ketika memakai sandal,
menyisir, bersuci, dan semua aktivitasnya.” (Muttafaq alaih)
i.Menggosok,
yaitu menggerakkan tangan ke anggota badan ketika mengairi atau sesudahnya.
Sedang bersambung artinya terus menerus pembasuhan anggota badan itu tanpa
terputus oleh aktivitas lain di luar wudhu.
j.
Mengusap bagian luar dan dalam kedua telinga dengan air.
k.
Berdoa setelah wudhu, seperti dalam hadits Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw.
bersabda, “Tidak ada seorangpun di antara kalian yang berwudhu dan
menyempurnakannya, kemudian berdo’a: أَشهَدُ أَنْ لَا إله إلّا اللَّهُ وَحْدَهُ
لا شَرِيكَ له، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوله. Aku Bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, dan
aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Pasti akan
dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan itu, dan dipersilahkan masuk
dari mana saja.” (Muslim)
l.
Shalat sunnah wudhu dua rakaat, seperti dalam hadits Uqbah bin Amir r.a.
berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun yang berwudhu dan
menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat dua rakaat dengan menghadap wajah dan
hatinya, maka wajib baginya surga.” (Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah)[6]
D. Sebab-sebab yang Membatalkan Wudhu
Tiga hal yang telah disepakati para ulama sebagai pembatal
wudhu disebabkan terjadi hal-hal berikut:
1.
Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan pembuangan (kencing, tinja, angin),
kecuali mani yang mengharuskannya mandi. Dalilnya adalah firman Allah swt. “…
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan….”
(Al-Ma’idah: 6)
2.
Tidur lelap yang tidak menyisakan daya ingat. Tidur dengan duduk tidak
membatalkan wudhu jika tidak bergeser tempat duduknya. Hal ini tercantum dalam
hadits Anas r.a. yang diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i, Muslim, dan Abu Daud,
“Adalah para sahabat Rasulullah saw. pada masa Nabi menunggu shalat Isya’
sehingga kepala mereka tertunduk, kemudian mereka shalat tanpa berwudhu.”
3.
Hilang akal baik karena gila, pingsan, mabuk atau obat. Karena hal ini
menyerupai tidur dari sisi hilangnya kesadaran.
E. Saat Dimana Wudhu Menjadi Wajib dan
Sunnah
Hal yang tidak boleh
dilakukan kecuali dalam keadaan berwudhu atau dimana berwudhu menjadi wajib
antara lain:
1. Shalat; baik shalat fardhu maupun
sunnah. Meskipun shalat jenazah, karena firman Allah swt., “…jika kamu mau
shalat, maka hendaklah kamu basuh.” (Al-Maidah: 6)
2. Thawaf di Ka’bah, karena hadits
Nabi saw., “Thawaf adalah shalat.” (At-Tirmidziy dan Al-Hakim)
3. Menyentuh mushaf, karena hadits
Nabi saw., “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci.”
(An-Nasa’i dan Ad-Daruquthni). Demikianlah pendapat jumhurul ulama. Ibnu Abbas,
Hammad, dan Zhahiriyah berpendapat bahwa menyentuh mushaf boleh dilakukan oleh
orang yang belum berwudhu, jika telah bersih dari hadats besar. Sedangkan
membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf, semua sepakat memperbolehkan. Sedang Imam Malik membolehkan memegang (menyentuh)
mushaf tanpa thaharah (ini bagi anak-anak), lantaran mereka belum termasuk
mukallaf.[7]
Disunnahkan berwudhu dalam
keadaan-keadaan sebagai berikut:
1.
Ketika dzikrullah. Pernah ada
seseorang yang memberi salam kepada Nabi saw. yang sedang berwudhu, dan Nabi
tidak menjawab salam itu sehingga menyelesaikan wudhunya dan bersabda,
“Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku menjawab salammu, kecuali karena aku
tidak ingin menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci.” (Al-Khamsah,
kecuali At Tirmidzi).
2.
Ketika hendak tidur, seperti hadits
Nabi saw., “Jika kamu mau tidur hendaklah berwudhu sebagaimana wudhu shalat.”
(Ahmad, Al-Bukhari dan At Tirmidzi)
3.
Bagi orang junub yang hendak makan,
minum, mengulangi hubungan seksual, atau tidur. Demikianlah yang diriwayatkan
dari Rasulullah saw oleh Bukhari, Muslim dan muhadditsin lainnya.
4.
Disunnahkan pula ketika memulai
mandi, seperti yang disebutkan dalam hadits Aisyah r.a.
5. Disunnahkan pula memperbaharui
wudhu setiap shalat, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan
kebanyakan ulama hadits.[8]
F. Tata Cara Wudhu Rasulullah
Rasulullah Saw. Tidak terlihat
keluar dari tempat buang hajat kecuali beliau langsung berwudhu. Beliau Saw.
”Bersabda, tidak ada yang memelihara wudhu selain seorang muslim.” Hendaklah
wudhu itu diawali dengan menyikat gigi (bersiwak). Rasulullah Saw. Bersabda,
“Shalat yang dilakukan setelah menyikat gigi adalah lebih utama dari pada tujuh
puluh lima shalat tanpa menyikat gigi.” Kemudian beliau duduk untuk berwudhu.
Maka beliau mengucapkan : Aku berlindung kepada-MU dari bisikan setan dan aku
berlindung kepada-MU, wahai tuuhanku, dari setan-setan itu kepadaku.
Kemudian
membasuh kedua tangan tiga kali sebelum memasukan kedalam bejana, seraya mengucapkan,
Ya Allah, akau memohon kepada-MU kebahagiaan dan keberkahan. Dan aku berlindung
kepada-MU dari kemalangan dan kebinasaan. Kemudian
berniat untuk menghilangkan hadas, dan
menjaga niat itu hingga membasuh muka.
Kemudian
menciduk air dengan tangan kanan kemulut, lalu berkumur tiga kali. Hendaklah
bersungguh – sungguh dalam berkumur dan menghirupkan air kedalam hidung.
Kecuali jika sedang berpuasa, maka hendaklah melakukannya secara
perlahan-lahan, dan mengucapkan, Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa
membaca kitab-Mu dan memperbanyak zikir kepada-Mu.
Lalu
mengambil air lagi untuk memasukannya kehidung (istinsyaq) dan menghirupkannya
tiga kali dengan satu cidukan, dan ketika memasukan air ke hidung, mengucapkan,
Ya Allah, karuniakan padaku bau surga dan Engkau ridha kepadaku. Ketika
mengeluarkannya, mengucapkan, Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu bau neraka dan
dari (mendapat ) tempat tinggal yang buruk.
Kemudian
mengambil satu cidukan air dan membasuhkannya kewajah dari permukaan dahi
hingga ujung dagu secara memanjang, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri
secara melebar. Tidak wajib membasuh kedua pelipis, karena keduanya termasuk
bagian kepala. Wajib menyampaikan air ketempat tahdzif, yakni tempat rambut
yang biasa dipotong kaum wanita. Wajib pula menyampaikan air hingga tempat
tumbuh empat rambut, yaitu kumis, alis, bulu mata, dan cambang. Demikian pula
wajib meratakan air pada bagian depan wajah jika janggutnya tipis tidak tebal.
Adapun rambut yang tumbuh dibawah bibir dihukumkan seperti pada janggut dalam
hal tipis dan tebalnya. Perbanyaklah air pada permukaan janggut yang memanjang
dan masukan jemari kedalam lekuk-lekuk kedua mata, dan tempat yang biasa diberi
celak serta membersihkannya. Lalu mengucapkan, Ya Allah, putihkanlah wajahku dengan
nur-Mu pada hari wajah para wali –Mu menjadi putih, dan janganlah Engkau
hitamkan wajahku dengan kegelapan-Mu pada hari wajah musuh-musuh-Mu menjadi
hitam. Merenggangkan janggut ( ketika membasuh wajah ) adalah mustahab
(sunnah).
Kemudian
membasuh kedua tangannya hingga siku tiga kali. Gerak-gerakan cincin dan
panjangkan sapuan hingga pangkal lengan, karena diriwayatkan bahwa pangkal
lengan termasuk anggota wudhu. Mulailah dengan tangan kanan serta mengucapkan,
Ya Allah, berikan padaku buku amalanku pada tangan kananku dan hisablah aku
dengan penghisaban yang mudah. Dan ketika membasuh tangan kiri, ucapkanlah doa,
Ya Allah, aku berlindung kepada-MU dari Engkau memberikan buku amalanku pada
tangan kiriku atau dari belakang punggungku.
Kemudian
mengusap kepala dengan tangan yang basah. Pertemukan ujung-ujung jari tangan
dan ujung-ujung jari tangan kiri, dan letakkan keduanya pada bagian depan
kepala, lalu sapukan ke kuduk dan kembalikan kedepan. Hal ini dilakukan tiga
kali seraya mengucapkan, Ya Allah, tolonglah aku dengan rahmat-Mu, turunkan
padaku keberkatan-Mu, dan naungilah aku dibawah arsy-Mu pada hari ketika tidak
ada naungan selain naungan-Mu.
Kemudian
mengusap kedua daun telinga, bagian luar dan bagian dalamnya, dengan air baru.
Masukan jari telunjuk kedalam lubang telinga lalu putar ibu jari pada bagian
belakang daun telinga. Kemudian letakkan telapak tangan diatas telinga sebagai
kehati-hatian, dan ulangi sampai tiga kali. Ketika itu, membaca, Ya Allah,
perdengarkan kepadaku suara penyeru surga bersama orang-orang yang baik. Lalu
mengusap leher, karena Rasulullah Saw. Bersabda, “mengusap leher adalah
keamanan dari belenggu pada hari kiamat.” Kemudian mengucapkanlah tiga kali, Ya
Allah, bebaskanlah leherku dari api neraka. Dan membaca pula, dan aku
berlindung kepada-Mu dari rantai dan belenggu.
Kemudian
membasuh kaki kanan tiga kali. Renggangkan bagian bawah jari-jari kaki kanan
dengan kelingking tangan kiri, mulai dari jari kelingking tangan kanan dan
diakhiri pada jari kelingking kaki kiri, dan mengucapkan, Ya Allah, teguhkan
kakiku diatas shirath pada hari kaki-kaki tergelincir kedalam neraka. Ketika
membasuh kaki kiri, mengucapkan, Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
ketergelinciran kakiku dari shirath pada hari tergelincir orang-orang munafik. Lalu
menaikan air hingga setengah betis.
Apabila
telah selesai berwudhu, mengucapkan, aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain
Allah yang Mahaesa, yang tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan rasul-Nya.
Siapa
yang melakukan ini, maka wudhunya diberi cap dengan suatu cap dan diangkat ke
arsy, dan ia selalu bertasbih kepada Allah Swt. Dan menyucikan-Nya. Dituliskan
baginya pahala hingga hari kiamat. Dimakruhkan dalam wudhu melakukan basuhan
lebih dari tiga kali, menghambur-hamburkan air, mengibaskan tangan sehingga air
tepercik, dan berbicara. [9]
G. KESIMPULAN
Wudhu adalah bersuci dengan air yang
dilakukan dengan cara khusus. Wudhu merupakan salah
satu amalan ibadah yang agung dan penting di dalam Islam. Rasulullah Saw.
bersabda: “Wudhu adalah sebagian dari iman” dan “Kunci shalat adalah kesucian”.
Adapun dasar hukum wudhu yang dilakukan seorang muslim sebagai salah satu cara
bersuci berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an, “Hai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka
basuhlah mukamu dan kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki...” (QS. Al-Maidah [5]: 6).
Yang dimaksud dengan
syarat-syarat wudhu adalah perkara-perkara yang harus dipenuhi oleh orang yang
hendak berwudhu. Di antara syarat-syarat wudhu adalah:
a. Islam
b. Berakal
c. Tidak
berhadas besar
d. Dengan
air yang suci dan menyucikan
e. Tasmiyah
f. Tidak
ada yang menghalangi sampainya air ke kulit
Adapun Hal-hal
yang wajib dikerjakan dalam wudhu adalah :
a. Niat
untuk berwudhu
b. Membasuh
muka
c. Membasuh
kedua tangan sampai kedua siku
d. Mengusap
atau menyapu kepala
e. Membasuh
kedua kaki sampai dengan dua mata kaki
f. Tertib
Selain
rukun-rukun wudhu yang wajib dikerjakan, ada pula beberapa perbuatan yang
dianjurkan agar
wudhu menjadi lebih sempurna:
a. Membaca
basmalah
b. Bersiwak
c. Membasuh
dua telapak tangan tiga kali basuhan di awal wudhu
d.
Berkumur-kumur (tiga kali)
e. Menghisap
air ke hidung dan menyemburkannya keluar
f. Menyisir
jenggot dengan jari-jari tangan
g. Mengulangi
basuhan tiap anggota wudhu (muka, tangan, kepala dan kaki) masing-masing
sebanyak tiga kali
h. Memulai
dari sisi kanan sebelum yang kiri
i.
Menggosok
j.
Mengusap bagian luar dan dalam kedua
telinga dengan air.
k. Berdoa
setelah wudhu
Sebab-sebab yang membatalkan wudhu :
a. Segala sesuatu yang keluar dari dua
jalan
b. Tidur lelap yang tidak menyisakan
daya ingat
c. akal baik karena gila, pingsan,
mabuk atau obat
Hal yang tidak boleh dilakukan
kecuali dalam keadaan berwudhu atau dimana berwudhu menjadi wajib antara lain:
a. Shalat
b. Thawaf di Ka’bah
c. Menyentuh mushaf
DAFTAR PUSTAKA
Al-Habsyi Muhammad Bagir, Fiqih Praktis
1, Bandung : PT Mizan Pustaka, 1999
Rasyid Sulaiman, Fiqh Islam, Cet: 49, Bandung:
Sinar Baru Algensido, 2010
Rusyd Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Semarang: CV. Asy-Syifa’,1990
AL-GHAZALI, Mutiara Ihya ulumuddin, Bandung: Mizan, 1996
[1] http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/seluk-beluk-wudhu.html
diakses pada tanggal 07/03/2012 22:25
[3] http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/seluk-beluk-wudhu.html diakses
pada tanggal 07/03/2012 22:25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar