Minggu, 29 Juli 2012

Awal Masuknya Islam di Kalimantan Timur



Pada masa pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525-600) kerajaan Kutai Kartanegara kedatangan dua orang ulama dari Makassar, yaitu Syekh Abdul Qadir Khatib Tunggal yang bergelar Datok Ri Bandang dan Datok Ri Tiro yang dikenal dengan gelar Tunggang Parangan. Seperti yang di kisahkan dalam Silsilah Kutai, tujuan kedatangan dua ulama tersebut adalah untuk menyebarkan agama islam dengan cara mengajak Aji Raja Mahkota Untuk memeluk agama Islam, pada awalnya ajakan ulama ini di tolak oleh Aji Raja Mahkota dengan alasan bahwa agama di kerajaan Kutai Kartanegara adalah Hindu.
Langkah dakwah kedua ulama ini untuk mengajak Aji Raja Mahkota di tolak oleh sang Raja. Bahkan karena langkah dakwah ini buntu, Tuan ri Bandang akhirnya memutuskan kembali ke Makassar dan meninggalkan tunggang parangan di kerajaan Kutai Kartanegara. Sebagai jalan akhir, Tunggang Parangan menawarkan solusi kepada Aji Raja Mahkota untuk mengadu kesaktian dengan taruhan apabila Aji Raja Mahkota kalah, maka sang raja bersedia untuk memeluk islam. Akan tetapi jika Aji Raja Mahkota yang akan menang maka Tunggang Parangan akan mengabdikan hidupnya untuk kerajaan Kutai Kartanegara.
Solusi Tunggang Parangan di setujui oleh Raja Mahkota. Adu kesaktian akhirnya di gelar dan berujung dengan kekalahan Aji Raja Mahkota. Sebagai konskuensi kekalahan, maka Aji Raja Mahkota Akhirnya masuk Islam. Sejak Aji Raja Masuk Islam maka pengaruh Hindu yang telah tertular lewat interaksi dengan kerajaan  majapahit lambat laun luntur dan berganti dengan pengaruh Islam dan sebagian rakyat yang masih memilih untuk memeluk agama hindu kemudia tersisih dan berangsur-angsur pindah ke daerah pinggiran kerajaan.
Perkembangan kerajaan Kutai Kartanegara yang mempunyai lokasi berdekatan dengan kerajaan kutai yang lebih dulu ada di Muara Kaman pada awalnya tidak menimbulkan friksi yang berarti. Hanya saja ketika Kerajaan Kutai Kartanegara di perintah oleh Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura (1605-1635 M) terjadi perang antara dua kerajaan besar ini. Di akhir perang Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara di lebur menjadi satu dengan nama Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Raja pertama dari penggabungan dua kerajaan ini adalah Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura (1605-1635 M).
Pada masa pemerintahan Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura, pengaruh Islam yang telah masuk sejak pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525-1600 M) telah mengakar kuat. Islam sangat berpengaruh pada sistem pemerintahan Kerajaan Kutai Karta Negara ing Martadipura. Indikator dari pengaruh islam terlihat pada pemakaian Undang-Undang Dasar Kerajaan yang di kenal dengan nama “Panji Salaten” yang terdiri dari 39 Pasal dan memuat sebuah kitab peraturan yang bernama “Undang-Undang Beraja Nanti” yang memuat 164 Pasal peraturan. Kedua Undang-Undang tersebut berisi peraturan tentang yang di sandarkan pada Hukum Islam.
Pemimpin pertama yang memakai gelar “Sultan” adalah Aji Su;tan Muhammad Idris. Beliau merupakan menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng, seorang bangsawan Bugis di Sulawesi Selatan. Pada saat rakyat Bugis di Sulawesi Selatan sedang berperang melawan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), Sultan Wajo meminta bantuan Aji Sultan Muhammad Idris. Permintaan bantuan pun di penuhi oleh Aji Sultan Muhammad Idris. Kemudian berangkatlah rombongan Aji Sultan Muhammad Idris ke Sulawesi Selatan untuk membantu Sultan Wajo La Madukelleng. Dalam upaya memberikan bantuan tersebut Aji Sultan Muhammad Idris Meninggal dunia.
Selama kepergian Aji Sultan Muhammad Idris ke Sulawesi, kursi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadi pura di pegang oleh dewan perwakilan. Tetapi ketika Aji Sultan Muhammad Idris Meninggal dalam pertempuran di Sulawesi, timbul perebutan tahta tentang pengganti sultan. Perebutan tahta terjadi antara kedua anak Aji Sultan Muhammad Idris, yaitu putra Mahkota Aji Imbut dan Aji Kado.
Pada awal awal perebutan tahtta, Aji Imbut terdesak oleh Aji Kado dan lari ke Sulawesi, ke tanah kakeknya, yaitu Sultan Wajo La MAdukelleng. Aji Imbut menggalang kekuatan untuk kembali menyerang Aji Kado yang telah menduduki ibukota kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang terletak di pemarangan, karena ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara telah berpindah dari Kutai lama ke Pemarangan sejak tahun 1732.
Aji Imbut Akhirnya menyerang Aji Kado di Pemarangan. Di dukung oleh orang-orang Wajo dan Bugis dan Aji Imbut berhasil mengalahkan Aji Kado dan memduduki singgasana Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan Gelar Aji Marhum Muslihuddin (1739-1782 M). sedangkan Aji Imbut dihukum mati dan dimakamkan di pulau jembayan.
ANALISIS
Pada dasarnya setiap daerah sangat erat kaitannya dengan sejarah, tetapi banyak orang saat ini yang telah melupakan sejarah di daerah tempat mereka tinggal. Daerah yang kini meliputi Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Samarinda, Balikpapan dan Bontang, secara garis besar adalah warisan oleh dua kerajaan besar yang dulunya berkuasa di Kalimantan Timur, yaitu Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara dan setelah berjalannya waktu terjadi banyak peristiwa  perubahan sehingga hanya menjadi satu kerajaan yaitu Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Sejarah Mencatan masuknya Islam di daerah Kalimantan TImur adalah melalui dua orang ulama dari Makassar yaitu Syekh Abdul Qadir Khatib Tunggal yang bergelar Datok Ri Bandang dan Datok Ri Tiro yang dikenal dengan gelar Tuanku Tunggang Parangan. Namun karena di awal dakwah Islam terjadi penolakan oleh Aji Raja Mahkota dengan alasan bahwa di kerajaan Kutai telah memeluk agama Hindu, salah seorang ulama itupun kembali yaitu Datok Ri Bandang. Sebagai jalan terakhir Tunggang Parangan menawarkan solusi dengan mengadu kesaktian, dan akhirnya raja kalah dan masuk Islam.
Harus di akui strategi dakwah kedua ulama ini memang sangat baik, karena lebih dulu mendekati Raja atau penguasa Kerajaan Kutai untuk meyakini kebenaran dan kebaikan agama Islam. Sehingga apabila penguasa di daerah tersebut telah masuk Agama Islam, maka para pembesar di kerajaan dan rakyat akan mengikuti jejak raja. Setelah kurun waktu yang cukup lama, agama islam jadi sangat melekat di masyarakat dan sistem pemerintahan saat itu. dan mulailah era baru pengembangan Islam.
Kami melihat nampak jelas mengapa pertumbuhan Islam di Daerah jawa relatif bisa bergerak cepat, karena perkembangan Islam di Jawa ialah melalui dakwah yang ditempuh oleh para wali melalui apa yang disebut sebagai dakwah kultural, baik melalui perdagangan maupun perkawinan yang berlangsung secara damai dan penuh persahabatan, sementara dakwah yang diwartakan lewat pendekatan kekuasaan justru melahirkan kekerasan dan perang. tetapi itu semua tidak berpengaruh bagi yang memang benar-benar mayakini Islam,  hingga saat ini Agama Islam cukup melekat kuat di masyarakat Kalimantan Timur.