Pada
masa pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525-600) kerajaan Kutai Kartanegara
kedatangan dua orang ulama dari Makassar, yaitu Syekh Abdul Qadir Khatib Tunggal yang bergelar Datok Ri
Bandang dan Datok Ri Tiro yang dikenal dengan gelar Tunggang Parangan.
Seperti yang di kisahkan dalam Silsilah Kutai, tujuan kedatangan dua ulama
tersebut adalah untuk menyebarkan agama islam dengan cara mengajak Aji Raja
Mahkota Untuk memeluk agama Islam, pada awalnya ajakan ulama ini di tolak oleh
Aji Raja Mahkota dengan alasan bahwa agama di kerajaan Kutai Kartanegara adalah
Hindu.
Langkah
dakwah kedua ulama ini untuk mengajak Aji Raja Mahkota di tolak oleh sang Raja.
Bahkan karena langkah dakwah ini buntu, Tuan ri Bandang akhirnya memutuskan
kembali ke Makassar dan meninggalkan tunggang parangan di kerajaan Kutai
Kartanegara. Sebagai jalan akhir, Tunggang Parangan menawarkan solusi kepada
Aji Raja Mahkota untuk mengadu kesaktian dengan taruhan apabila Aji Raja
Mahkota kalah, maka sang raja bersedia untuk memeluk islam. Akan tetapi jika
Aji Raja Mahkota yang akan menang maka Tunggang Parangan akan mengabdikan
hidupnya untuk kerajaan Kutai Kartanegara.
Solusi
Tunggang Parangan di setujui oleh Raja Mahkota. Adu kesaktian akhirnya di gelar
dan berujung dengan kekalahan Aji Raja Mahkota. Sebagai konskuensi kekalahan,
maka Aji Raja Mahkota Akhirnya masuk Islam. Sejak Aji Raja Masuk Islam maka
pengaruh Hindu yang telah tertular lewat interaksi dengan kerajaan majapahit lambat laun luntur dan berganti
dengan pengaruh Islam dan sebagian rakyat yang masih memilih untuk memeluk
agama hindu kemudia tersisih dan berangsur-angsur pindah ke daerah pinggiran
kerajaan.
Pada
masa pemerintahan Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura, pengaruh
Islam yang telah masuk sejak pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525-1600 M) telah
mengakar kuat. Islam sangat berpengaruh pada sistem pemerintahan Kerajaan Kutai
Karta Negara ing Martadipura. Indikator dari pengaruh islam terlihat pada
pemakaian Undang-Undang Dasar Kerajaan yang di kenal dengan nama “Panji
Salaten” yang terdiri dari 39 Pasal dan memuat sebuah kitab peraturan yang
bernama “Undang-Undang Beraja Nanti” yang memuat 164 Pasal peraturan. Kedua
Undang-Undang tersebut berisi peraturan tentang yang di sandarkan pada Hukum
Islam.
Pemimpin
pertama yang memakai gelar “Sultan” adalah Aji Su;tan Muhammad Idris. Beliau
merupakan menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng,
seorang bangsawan Bugis di Sulawesi Selatan. Pada saat rakyat Bugis di Sulawesi
Selatan sedang berperang melawan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie),
Sultan Wajo meminta bantuan Aji Sultan Muhammad Idris. Permintaan bantuan pun
di penuhi oleh Aji Sultan Muhammad Idris. Kemudian berangkatlah rombongan Aji
Sultan Muhammad Idris ke Sulawesi Selatan untuk membantu Sultan Wajo La
Madukelleng. Dalam upaya memberikan bantuan tersebut Aji Sultan Muhammad Idris
Meninggal dunia.
Selama
kepergian Aji Sultan Muhammad Idris ke Sulawesi, kursi Sultan Kutai Kartanegara
ing Martadi pura di pegang oleh dewan perwakilan. Tetapi ketika Aji Sultan
Muhammad Idris Meninggal dalam pertempuran di Sulawesi, timbul perebutan tahta
tentang pengganti sultan. Perebutan tahta terjadi antara kedua anak Aji Sultan
Muhammad Idris, yaitu putra Mahkota Aji Imbut dan Aji Kado.
Pada
awal awal perebutan tahtta, Aji Imbut terdesak oleh Aji Kado dan lari ke
Sulawesi, ke tanah kakeknya, yaitu Sultan Wajo La MAdukelleng. Aji Imbut
menggalang kekuatan untuk kembali menyerang Aji Kado yang telah menduduki
ibukota kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang terletak di
pemarangan, karena ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara telah berpindah dari
Kutai lama ke Pemarangan sejak tahun 1732.
Aji
Imbut Akhirnya menyerang Aji Kado di Pemarangan. Di dukung oleh orang-orang
Wajo dan Bugis dan Aji Imbut berhasil mengalahkan Aji Kado dan memduduki
singgasana Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan Gelar Aji Marhum
Muslihuddin (1739-1782 M). sedangkan Aji Imbut dihukum mati dan dimakamkan di
pulau jembayan.
ANALISIS
Pada
dasarnya setiap daerah sangat erat kaitannya dengan sejarah, tetapi banyak
orang saat ini yang telah melupakan sejarah di daerah tempat mereka tinggal.
Daerah yang kini meliputi Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Kutai Timur,
Samarinda, Balikpapan dan Bontang, secara garis besar adalah warisan oleh dua
kerajaan besar yang dulunya berkuasa di Kalimantan Timur, yaitu Kerajaan Kutai
dan Kerajaan Kutai Kartanegara dan setelah berjalannya waktu terjadi banyak
peristiwa perubahan sehingga hanya
menjadi satu kerajaan yaitu Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Sejarah
Mencatan masuknya Islam di daerah Kalimantan TImur adalah melalui dua orang
ulama dari Makassar yaitu Syekh
Abdul Qadir Khatib Tunggal yang bergelar Datok Ri Bandang dan Datok Ri Tiro
yang dikenal dengan gelar Tuanku Tunggang Parangan. Namun karena di awal dakwah
Islam terjadi penolakan oleh Aji Raja Mahkota dengan alasan bahwa di kerajaan
Kutai telah memeluk agama Hindu, salah seorang ulama itupun kembali yaitu Datok
Ri Bandang. Sebagai jalan terakhir Tunggang Parangan menawarkan solusi dengan
mengadu kesaktian, dan akhirnya raja kalah dan masuk Islam.
Harus di akui strategi dakwah kedua
ulama ini memang sangat baik, karena lebih dulu mendekati Raja atau penguasa
Kerajaan Kutai untuk meyakini kebenaran dan kebaikan agama Islam. Sehingga
apabila penguasa di daerah tersebut telah masuk Agama Islam, maka para pembesar
di kerajaan dan rakyat akan mengikuti jejak raja. Setelah kurun waktu yang
cukup lama, agama islam jadi sangat melekat di masyarakat dan sistem
pemerintahan saat itu. dan mulailah era baru pengembangan Islam.
Kami melihat nampak jelas mengapa pertumbuhan Islam di
Daerah jawa relatif bisa bergerak cepat, karena perkembangan Islam di Jawa
ialah melalui dakwah yang ditempuh oleh para wali melalui apa yang disebut
sebagai dakwah kultural, baik melalui perdagangan maupun perkawinan yang
berlangsung secara damai dan penuh persahabatan, sementara dakwah yang
diwartakan lewat pendekatan kekuasaan justru melahirkan kekerasan dan perang.
tetapi itu semua tidak berpengaruh bagi yang memang benar-benar mayakini
Islam, hingga saat ini Agama Islam cukup
melekat kuat di masyarakat Kalimantan Timur.
ka boleh di copy ya untuk pembuatan makalah, terimakasih
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusanjrit lah gak bisa dikopy gak bisa klik kanan,klik kiri,klik tengah...
BalasHapusSedikit koreksi. Ulama Dato’ Ribandang dan Tuan Tunggang Parangan berasal dari Minangkabau - Padang bukan dari Makassar. Tuan Tunggang Parangan menyebarkan Islam sampai akhir hayatnya di Kutai. Dato’ Ribandang melanjutkan syi'ar Islam ke Sulawesi selatan. tks
BalasHapus