MAKALAH
PENGETAHUAN DALAM
PANDANGAN ISLAM
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam Kepada Ibu
Prof.Dr.Hj.Siti Muriah sebagai fasilitator
Disusun oleh:
BAKTI HAMDANI
BAYU AGUNG SETIAWAN
DARUL ZHULFI
DESI ANGGRAINI
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI
KEPENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
SAMARINDA 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT,
karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini. Serta shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. beserta keluarga, sahabat dan para
pengikut beliau hingga akhir zaman.
Makalah ini merupakan satu bentuk
tulisan yang berdasarkan pada sumber-sumber yang diperoleh. Dan dengan adanya makalah ini
diharapkan dapat menambah wawasan dan memperluas pengetahuan.
Pada kesempatan
ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Prof.
Dr. Hj. Siti Muriah yang telah memberi kesempatan
kepada kami untuk membuat makalah ini.
Serta membimbing kami dalam
proses pembuatan. Dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin...
Samarinda, 19 Oktober 2011
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam
memiliki ajaran yang lengkap, menyeluruh
dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan manusia, baik ketika beribadah
maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian Islam
merupakan agama yang memiliki
banyak dimensi, yaitu mulai dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik,
ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah perdamaian, sampai
pada kehidupan rumah tangga.
Untuk memahami berbagai dimensi
ajaran Islam tersebut jelas memerlukan berbagai pendekatan yamg digali dari
berbagai disiplin ilmu. Di dalam Al-qur’an, misalnya, dijumpai ayat-ayat
menegenai proses pertumbuhan dan perkembangan anatomi manusia untuk menjelaskan
masalah ini jelas memerlukan ilmu anatomi manusia. Begitu pula utuk membahas
ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah tanaman dan tumbuh-tumbuhan jelas
memerlukan bantuan ilmu pertanian. Dengan demikian untuk memahami Islam secara
holistik diperlukan adanya saintifikasi Islam, yakni proses mengolaborasikan
nila-nilai normatif Islam ke dalam formulasi ilmu dan tidak hanya sekedar
memahami Islam secara teologis normatif.
Islam sejatinya menuntut
pengembangan ilmu dan teknologi yang harus menyentuh kepentingan mengangkat
harkat dan martabat kehambaan kepada Allah dan membenarkan dirinya sebagai
khalifah Allah di muka bumi. Mutlak adanya, bahwa peralihan ilmu dan teknologi
dalam persepsi Islam, harus selalu bergandengan dengan aspek ketauhidan. Hal
ini didukung oleh sebuah hadist Rsulullah SAW. yang berujar, “Barangsiapa
ditanya tentang ilmu dan ia menyembunyikannya, maka ia akan dirantai oleh api
neraka”. Kemudian dikukuhkan pula oleh sebuah diktum Nabi yang memandang betapa
pentingnya ilmu dan teknologi. Barangsiapa yang menghendaki dunia, maka wajib
dengan ilmu. Atau yang menghendaki akhirat juga wajib dengan ilmu. Bagi yang
menghendaki keduanya, harus pula dengan ilmu. Oleh karena itu wajar jika
derajat pencapaian iptek, menurut Islam, berada pada posisi yang terhormat dan
dimuliakan oleh Allah. Untuk itulah disini kami akan membahas lebih jauh mengenai
pengetahuan itu sendiri dalam pandangan Islam.[1]
B. Rumusan Masalah
1.
Teori Pengetahuan Menurut Islam
2.
Konsep Ilmu pengetahuan dalam Islam
a. Kedudukan
Ilmu Pengetahuan
b. Sumber
Ilmu Pengetahuan
c. Metode
Keilmuan
d. Etika
Islam dalam pengembangan Iptek
3.
Agama dan Ilmu Pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Pengetahuan Menurut Islam
“Timur ya timur dan Barat ya
barat”
(Rudyard Kipling)
Wawasan tentang Ketuhanan
Dengan kata-kata diatas, kipling hendak
menunjukan bahwa unsur-unsur yang membentuk peradaban Timur dan barat sangatlah
berbeda dan saling bertentangan antar satu dan yang lainnya, sehingga kecil sekali kemungkinan yang membuat keduanya bergabung dan
membentuk suatu kesatuan. Sebuah contoh untuk menggambarkan perbedaan-perbedaan
antar keduanya itu diberikan oleh teori pengetahuan menurut islam, yang berbeda
secara mendasar dengan teori pengetahuan di barat.
Yang pertama adalah konsepsi spiritual tentang manusia dan alam tempat ia
hidup, sedangkan yang kedua adalah sifatnya sekular dan skeptis terhadap
wawasan tentang ketuhanan.
Wawasan tentang Ketuhanan yang telah
menghilang dari konsepsi pengetahuan barat tentang pengetahuan merupakan titik
sentral dalam teori islami tentang pengetahuan. Sesungguhnya yang membedakan
cara berpikir islami dari cara barat, adalah keyakinan tak tergoyahkan dari
cara bepikir bahwa Allah berkuasa atas segala hal dan bahwa segala sesuatunya,
termasuk pengetahuan, berasal dari satu-satunya sumber yang tidak lain adalah
Allah.
Semua filsuf muslim yang berpendidikan seperti
Alfarabi, Ibnu Syna, al-Ghazali, Ibnu Khaldun, dll, semuanya sependapat bahwa
sumber segala pengetahuan adalah Yang Ilahi.[2]
B.
Konsep
Ilmu Pengetahuan dalam Paradigma Islam
Pada
era globalisasi saat ini, Ilmu pengetahuan umum memang sangat penting
manfaatnya bagi kehidupan didunia, ilmu agama yang tidak dilengkapi oleh ilmu
pengetahuan umum diibaratkan seperti orang yang pincang, tempat yang dituju
jelas namun kaki menjadi kendala untuk mencapai tujuan tersebut. Demikian juga
ketika ilmu pengetahuan tersebut jika tidak dilengkapi dengan ilmu agama maka
bagaikan orang yang buta, karena tidak tahu arah tujuan hidup yang
sesungguhnya.
Dengan
demikian, harus disadari bersama bahwa ilmu agama dan ilmu pengetahuan itu harus
berimbang keadaanya. Tapi, pada kenyataanya umat Islam banyak yang lemah dalam
ilmu pengetahuan umum. Menurut para peneliti ahli ilmu Al-Qur'an, tidak kurang
dari 60% dari ayat-ayat Al-Qur'an membicarakan tentang alam semesta (ilmu
pengetahuan) dan hanya 40% dari ayat Al-Qur'an membicarakan tentang hukum,
ibadah, tarikh, dan muamalah. Hal ini menunjukkan bahwa kita sebenarnya bisa
jauh lebih unggul dalam ilmu pengetahuan umum dari orang-orang Nasrani, karena
sejak diturunkannya Al-Qur'an, Allah sudah mengajari umat Islam tentang ilmu
pengetahuan.[3]
Salah satu gagasan yang paling
canggih, komprehensif, dan mendalam yang dapat ditemukan di dalam Alquran adalah konsep ilmu
pengetahuan. Sesungguhnya, tingkat kepentingannya hanya berada di bawah konsep
tauhid, yang merupakan tema sentral dan mendasar dari Alquran pentingya konsep
ini terungkap dalam kenyataan bahwa Alquran menyebut akar kata “ilmu” dan kata
turunannya tidak kurang dari 744 kali.[4]
Konsep ilmu membedakan pandangan dunia islam dari cara
pandang dan ideologi lainnya. Tak ada pandangan dunia lain yang membuat pencarian ilmu
sebagai kewajiban individual dan sosial serta membedakan arti moral dan
religius. Karenanya ilmu sebagai tonggak kebudayaan dan peradaban muslim,
konsep ilmu secara mendalam meresap kedalam lapisan masyarakat dan mengungkap
dirinya dalam upaya intelektual.
Sejak
awal, Islam mengisyaratkan bahwa menuntut Ilmu kewajiban agama artinya menuntut
ilmu pengetahuan memang benar-benar diwajibkan bagi umat islam. Menjadi seorang
muslim berarti terlibat aktif dalam pelahiran, pemrosesan dan penyebaran ilmu.
Islam juga menghendaki umatnya untuk memiliki ilmu
pengetahuan, baik ilmu pegetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Dalam
pandangan Islam, ilmu itu tergolong suci. Ilmu merupakan barang yang sangat
berharga bagi kehidupan seseorang, Ilmu itu bagaikan lampu atau cahaya. Bahwa
tidak dapat seseorang berjalan di malam yang gelap, kecuali dengan lampu.
Demikian pula halnya, tidak dapat seseorang membedakan yang baik dengan yang
buruk, kecuali dengan ilmu.[5]
Konsep ilmu bukanlah suatu
gagasan yang terbatas dan elitis. Ilmu merupakan pengetahuan distributive. Ilmu
bukan monopoli Individu, kelompok, atau jenis kelamin. Ilmu
juga tak terbatas hanya pada suatu disiplin tertentu tetapi mencakup dimensi
pengetahuan dan seluruh spectrum fenomena-fenomena alamiah. Sungguh islam
menempatkan ilmu dengan adil.[6]
Berdasarkan uraian diatas,
maka penjelasan ilmu pengetahauan dalam pandangan islam meliputi: kedudukan
ilmu pengetahuan, sumber ilmu pengetahuan, metode keilmuan dan etika islam terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.
1.
Kedudukan ilmu pengetahuan
Kedudukan ilmu pengetahuan dalam
Islam sangat sentral. Vitalitas dan keutamaan ilmu terungkap dalam penghormatan
dan kehormatan yang diberikan kepada para ilmuan serta tersirat dalam wahyu
pertama yang diterima Rasulullah SAW. berupa kunci ilmu, yakni” membaca.
Tercermin dalam ajakan untuk mengikuti hanya kepada orang yang berakal.
Tersurat dalam peringatan bahwa ketiadaan ilmu akan menyesatkan serta tegas
dinyatakan bahwa menuntut ilmu itu wajib dan berlaku selama manusia masih hidup
(long life education consep). Hal ini menunjukan bahwa konsep pembelajaran
sebagai suatu proses pembentukan dan perbaikan diri secara dinamisa dan
kontinyu merupakan acuan yang dikehendaki dalam Islam. Dengan sistem pendidikan
seumur hidup, maka akan lahir good citizen (warga negara yang baik) yang
memilii kepribaadian utuh.
Perlu kita ketahui, bahwa
dalil-dalil keutamaan ilmu dalam Al-Qur’an banyak sekali. Di antaranya adalah
firman-NyA: Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. (QS Al-Mujadalah [58]: 11)
Ibnu
‘Abbas r.a. mengatakan, “Para ulama memiliki derajat di atas orang-orang mukmin
sebanyak tujuh ratus derahat, jarak di antara dua derajat tersebut perjalanan
lima ratus tahun.”[7]
Relaita berbicara, Alquran sebagai
kitab panduan umat manusia memuat ratusan ayat yang mengungkapkan tentang ilmu,
mengajak manusia untuk berfikir dan melakukan penalaran (mengamati,
memeperthatikan, memikirkan dan menyelidiki dengan seksama), serta memberikan
penghormatan orang-orang yang suka menggunakan akal pikirannya. Ini merupakan
bukti otentik yang tak dapat diragukan lagi akan pentingya kedudukan ilmu dalam
Islam.
Selain itu Alquran tidak bertentangan dan
tidak akan berseberangan dengan hakikat ilmu pengetahuan. Akal manusia akan
selalu didorong oleh Alquran untuk mendalami ilmu pengetahuan. Dengan demikian,
kedudukan ilmu pengetahuan dan agama dalam perspektif Islam bersifat intergral,
bukan dikotomis.
Dari kolaborasi antara ilmu pengtahuan
dan agama, diharapkan selain manusia mampu membedakan fakta ilmiah dengan teori
ilmiah, juga yang terpenting mampu menemukan bagaimana konsep nilai, teori atau
paradigma itu dalam perspektif Alquran.
Secara singkat, dibawah ini akan
diuraikan kedudukan ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam.
a.
Manusia diangkat sebagai khalifatulllah (penguasa),
dan dibedakan dari makhluk lain karena ilmunya. Alquran menceritakan bagaimana
Nabi Adam diberi pengetahuan tentang konsep totalitas dan malaikat disuruh sujud
kepadanya. Beberapa kali Allah mengaitkan
penciptaan manusia dengan kemampuannya untuk memiliki dan mengembangkan
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu tugas manusia di dunia harus dapat menggali
potensi diri (menguasai ilmu dan teknologi), dengan tujuan agar dapat memahami,
mengungkapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
b.
Hakikat manusia tidak terpisah dari kemampuannya untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan. Ilmu yang disertai iman adalah ukuran derajat manusia.
c.
Alquran diturunkan dengan ilmu Allah, dan hanya dapat direnungkan atau
dimengerti maknanya oleh orang-orang yang berilmu. Untuk memperoleh petunjuk
dari Alquran, bukan saja diperlukan ketakwaan dan keimanan, tetapi juga ilmu
pengetahuan.
d.
Alquran memberikan isyarat bahwa yang berhak memimpin umat ialah yang memiliki
ilmu pengetahuan.
e.
Allah melarang manusia untuk mengikuti suatu perbuatan tanpa memiliki ilmu
mengenainya. Di sini Islam menuntut agar manusia tidak bersikap dan bertindak
kecuali berdasarkan ilmu.[8]
2. Sumber Ilmu
Pengetahuan
Berkaitan dengan masalah sumber ilmu pengetahuan,
Louis O. Kattsof mengatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan manusia ada lima,
yaitu: empiris, rasio, fenomena, intuisi dan
metode ilmiah.[9]
Sedangkan jika dikembalikan kepada Al-quran Ada
empat sumber yang
ditunjukan Alquran untuk memperoleh pengetahuan bagi manusia, antara lain:
a.
Alquran dan Assunnah. Keduanya merupakan sumber pertama ilmu pengetahuan.
b.
Alam semesta. Alquran menyuruh manusia
memikirkan keajaiban-keajaiban ciptaan Allah, penciptaan bumi dan
lautan, hujan dan halilintar, langit dan bintang-bintang, tumbuh-tumbuhan,
mineral dan logam, serta yang lainnya.
c.
Manusia adalah
sumber ketiga ilmu. “Hendaklah manusia
memperhatikan dari apa ia diciptakan”.
d.
Sejarah umat manusia. Banyak dari sisi kehidupan merupakan kelanjutan dari
produk sejarah. Meskipun Alquran bukan buku sejarah, akan tetapi di dalamnya
termuat hukum sejarah, hukum Allah tentang sejarah kemanusiaan. Di dalamnya
juga termaktub pola sejarah kemanusiaan dari zaman Nabi Adam hingga sejarah
manusia akhir zaman.
3. Metode keilmuan
Banyak
ayat-ayat al-quran yang memerintahkan agar manusia mengembangkan metode ilmiah
(keilmuan). Dengan perintah-Nya, manusia dierintahkan untuk menggunakan
pikiran, melatih metode berpikir atau dalam bahasa keilmuannya mengembangkan
metode ilmiahnya. Metode ilmiah terdiri dari dua pendekatan yaitu pendekatan
deduktif dan pendekatan induktif.[10]
Perintah Allah untuk memperhatikan kenyataan alam dan proses kejadian itu
adalah perintah mengembangkan metode induktif.
Ilmu pengetahuan dimulai dari pengetahuan atau
pengalaman setelah melalui berbagai proses, seperti perhatian, penalaran dan
penelitian. Seterusnya dirumuskan menjadi satu teori yang bersifat sistematis,
rasional, empiris dan kualitatif; barulah pengetahuan itu dapat dikategorikan
sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tak lagi sederhana. Tiap aktivitas
manusia menghasilkan ilmu pengetahuan, karena membutuhkan penalaran akal yang
terus menerus sampai terbukti kebenaran teori.
Kebanyakan manusia memperoleh ilmu pengetahuan dari
pengalaman yang diperoleh melalui indera yang dimiliknya. Dengan inderanya,
manusia mengenal hal-hal yang ada disekitarnya. Manusia tahu bahwa api itu
panas dan es itu dingin, tahu bahwa terjadi pergantian siang dan malam. Selain
itu, manusia juga tahu akan hukum atau aturan yang tetap. Pengetahuan itu,
meskipun tidak disadari dan seringkali tidak dirumuskan dengan kata-kata yang
jitu dan tepat, tetapi diakui kebenarannya, serta dipergunakan dalam hubungan
dengan kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan berjalan menurut metode tertentu, karena
pengetahuan tertentu memiliki metode. Metode yang dimaksud adalah metode
keilmuan, atau yang biasa disebut metode ilmiah. Ia merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang
didapatkan melalui metode ilmiah.
Untuk memperoleh pengetahuan,
manusia bisa menempuh melalui dua cara, yaitu:
a.
Jalur ilahiah (Revealed Knowledge)
Manusia
memperoleh ilmunya dari informasi-informasi Ilahiyah (ilmu pengetahuan yang
diwahyukan) melalui kitab suci Alquran secara langsung, siap pakai dan tanpa harus menggunakan
prosedur metode ilmiah. Lewat jalur Ilahiyah manusia dapat memeperoleh berbagai
pengetahuan, baik yang bersifat pengetahuan empiris maupun non empiris (gaib). Masalah non empiris misalnya tentang Tuhan, Malaikat
dan Setan, Surga dan Neraka. Contoh tersebut semuanya berada diluar jangkauan
pengalaman manusia dan Diluar penjelajahan ilmu. Sedangkan masalah empiris
misalnya mengenai proses kejadian manusia.
Contuh lain: “Akan
Kami tunjukan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami disegenap penjuru ufuk
dan juga di dalam diri mereka sendiri”[11]
“sesungguhnya
didalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam terdapat
kekuasaan kami bagi orang-orang yang berakal”.[12]
“Apakah
mereka tidak meneliti bagaimana unta diciptakan, dan langit bagaimana ia
ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaiman ia ditegakan dan bumi bagaiman ia
dihamparkan?”.[13]
b.
Jalur Insaniyah (Acquired Knowledge)
Melalui
jalur ini manusia mendapat ilmunya setelah melalui proses pencarian ilmu dengan
berolah fikir, berolah jiwa berolah indera, maupun dengan cara berolah raga. Dengan olah fikir dan olah jiwa manusia memperoleh
filsafat, dengan ruang lingkup yang menyeluruh, mendasar meskipun masih
bersifat spekulatif. Disamping filsafat, manusia juga memperoleh logika, dengan
berolahraga manusia memperoleh ilmu beladiri, ilmu kesehatan dan sebagainya.
Islam tidak mengenal sampai dimana batas ilmu
pengetahuan yang bisa dicapai manusia. Karena itu, perintah untuk mencari ilmu tidak terbatasi
oleh waktu, tempat maupun jenis. Menuntut ilmu merupakan kewajiban
manusia sepanjang hidupnya dari sejak lahir sampai akhir hayat.
4. Etika
Islam dalam Pengembangan Iptek
Pada abad ke-21, ilmu pengetahuan dan teknologi masih
akan menjadi faktor dominan dalam kehidupan manusia. Laksana kekuatan raksasa,
ilmu pengetahuan bisa secara potensial sangat destruktif
tergantung bagaimana manusia mengolah dan mengarahkannya. Teknologi juga
akan berbahaya jika berada di tangan orang yang secara mental dan keyakinan
agama belum siap. Mereka dapat menyalahgunakan teknologi untuk tujuan yang mengkhawatirkan. Contohnya
kasus yang baru terjadi ialah pembuatan blog pembunuh bayaran professional,
tanpa merasa bersalah atau berdosa. Maka dari itu manusia perlu meninjau ulang
fungsi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kehidupan, apakah orientasinya masih
bersifat positive-konstruktif atau cenderung malah negative-destruktif.
Adapun etika islam dalam pengembangan Iptek dapat
dikemukakan sebagai berikut:[14]
Pertama,
islam sebagai ajaran yang
komprehensif dan universal dalam ajarannya tidak mengenal kompartementalisasi
bidang-bidang kehidupan manusia, sehingga bidang pengembangan ilmu dan
teknologi juga merupakan bagian integral muslim secara utuh. Akan tetapi yang
tidak boleh dilupakan adalah aplkiasi ilmu dan teknologi harus sesuai dengan
ajaran islam.
Kedua,
dalam system islam seluruh kehidupan manusia muslim
pada hakikatnya harus diniatkan sebagai pengabdian (ibadah) kepada Allah.
Dengan demikian tidak mungkin seorang muslim melacurkan ilmu kepada sesamanya
baik yang berwujud tiran, dictator, maupun kekuatan kolonialisme atau kapitalis
yang bersifat eksploitatif.
Ketiga,
sesuai
dengan fungsi islam sebagai rahmatan lil alamin[15],
maka ilmu dan teknologi dikembangkan oleh para ilmuwan membawa rahmat bagi
seluruh umat manusia, bukan sebaliknya membawa laknat, bencana dan malapetaka.
Dengan demikian iptek harus dikelola dengan etika sehingga tidak merusak
kehidupan manusia, ekositem flora dan fauna di muka bumi.[16]
Keempat,
erat hubungannya dengan prinsip diatas, ilmu dan
teknologi boleh dikembangkan sejauh mungkin selama berlandaskan etik atau moral
yang jelas. Ilmu dan teknologi sebagai bagian dari kehidupan manusia guna
mencapai sebuah kesejahteraan. Oleh karena itu harus tetap berlandaskan moral.
Kelima,
pengembangan ilmu dan teknologi harus memiliki
korelasi yang positif bagi meningkatkan ketakwaan kepada Sang Pecipta,
sehingga melahirkan ilmuwan yang beriman (Ulil Albab). Dengan demikian
intelektual mukmin akan terhindar dari kecongahan intelektual (dodol/geblek).
Iman perlu dibina dengan pemahaman terhadap
gejala-gejala alam semesta. Dengan demikian iman sejatinya tidak bisa dipisahkan
dengan ilmu. Karena segala ilmu berasal dari Allah, yang Maha Segalanya.
C.
Agama dan Ilmu Pengetahuan
Agama
dan ilmu pengetahuan (sains), adalah dua kata yang memiliki arti universal.
Agama adalah pandangan tertentu kepada kehidupan. Agama membentuk suatu aturan
dan undang-undang berdasarkan pandangan tersebut. Sementara sains adalah pengetahuan
yang mencoba mengungkapkan misteri alam beserta isinya. Hal tersebut
memungkinkan manusia dapat menyingkap misteri alam, mamanfaatkan dan meramalkan
sesuatu yang bakal terjadi di kemudian hari. Oleh karena itu, sains membatasi
ruang geraknya pada segenap gejala yang ditangkap oleh pengalaman manusia
melalui panca inderanya.
Terdapat
teori ilmu pengetahuan, Alquran memberikan gambaran yang secara urut mempunyai
skala menarik, yakni: (a) pengetahuan yang diperoleh dari kesimpulan atau ilmu yakin[17],
(b) pengetahuan yang diperoleh dari penglihatan dan yang dilaporkan oleh
pengamatan atau ainul yakin[18],
dan (c) pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman pribadi atau intuisi atau haqqul yakin.[19]
Pengetahuan yang pertama, ilmu yakin, terdapat keyakinan yang lebih besar terhadap
pengetahuan manusia yang didasarkan kepada pengalaman akal actual yang
diperoleh melalui observasi dan eksperimentasi terhadap suatu gejala atau
fenomena.
Pengetahuan bentuk kedua yakni, Ainul Yakin, adalah pengetahuan ilmiah yang didasarkan kepada
pengalaman observasi
atau ekperimentasi maupun pengetahuan sejarah yang didasarkan kepada
laporan-laporan dan penggambaran dari pengalaman aktual.
Pengetahuan tertinggi yakni, Haqqul Yakin, pengalaman melalui batin memberikan derajat paling
tinggi, dan petunjuk Allah mula-mula datang kepada makhluknya dari sumber
manusia sendiri.
Ilmu agama, seperti Ilmu tauhid, ilmu tafsir, ilmu
hadits, serta ilmu akhlak mengantarkan manusia dapat memahami agama Islam
dengan benar dan meyakininya, mengamalkannya dengan ikhlas, berakhlak mulia dan
perbuatan-perbuatan baik lainnya. Dengan demikian, apabila di suatu masyarakat
yang penduduknya memiliki pengetahuan agama yang baik, maka biasanya suasana
pada masyarakat yang demikian itu aman dan tentram.
Ilmu pengetahuan umum yang berhubungan dengan
masalah-masalah keduniaan juga manfaatnya bagi masyarakat tidak berbeda dengan
manfaat ilmu agama, asalkan digunakan sejalan dengan tuntunan agama. Manusia
dengan akalnya diberikan oleh Allah kemampuan untuk menyerap sejumlah ilmu
pengetahuan, walaupun hanya sedikit saja dibandingkan dengan kesempurnaan ilmu
Allah, akan tetapi tetap harus berpegang kepada kebenaran untuk mencari ridho
Allah SWT.[20]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Salah satu gagasan yang paling
canggih, komprehensif, dan mendalam yang dapat ditemukan di dalam Alquran adalah konsep ilmu
pengetahuan. Sesungguhnya, tingkat kepentingannya hanya berada di bawah konsep
tauhid.
Kedudukan ilmu pengetahuan dalam
perspektif Islam adalah sebagai berikut; Manusia diangkat sebagai khalifatulllah (penguasa), dan dibedakan
dari makhluk lain karena ilmunya. Hakikat manusia tidak terpisah dari
kemampuannya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Alquran diturunkan dengan
ilmu Allah, dan hanya dapat direnungkan atau dimengerti maknanya oleh
orang-orang yang berilmu. Alquran
memberikan isyarat bahwa yang berhak memimpin umat ialah yang memiliki ilmu
pengetahuan. Allah melarang manusia untuk mengikuti suatu perbuatan tanpa
memiliki ilmu mengenainya. Di sini Islam menuntut agar manusia tidak bersikap
dan bertindak kecuali berdasarkan ilmu.
Empat
sumber yang
ditunjukan Alquran untuk memperoleh pengetahuan bagi manusia, antara lain:
Alquran dan Assunnah, Sejarah umat manusia, Manusia itu sendiri, dan Alam
semesta.
Untuk memperoleh pengetahuan,
manusia bisa menempuh melalui dua cara, yaitu: Jalur Ilahiyah, yakni, Manusia
memperoleh ilmunya dari informasi-informasi Ilahiyah (ilmu pengetahuan yang
diwahyukan) melalui kitab suci Alquran secara langsung, siap pakai dan tanpa harus menggunakan
prosedur metode ilmiah. Dan Jalur Insaniyah, Melalui jalur ini manusia mendapat
ilmunya setelah melalui proses pencarian ilmu dengan berolah fikir, berolah
jiwa berolah indera, maupun dengan cara berolah raga.
Terdapat teori ilmu pengetahuan
dalam Alquran yakni: (a) pengetahuan yang diperoleh dari kesimpulan atau ilmu yakin[21],
(b) pengetahuan yang diperoleh dari penglihatan dan yang dilaporkan oleh
pengamatan atau ainul yakin[22],
dan (c) pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman pribadi atau intuisi atau haqqul yakin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Mutiara
Ihya Ulumiddin, Bandung: Mizan, 1996
Alim Muhammad, Pendidikan Agama Islam, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung: 2006
Qodir C.A.. Filsafat dan ilmu Pengetahuan dalam
Islam. Yayasan obor Indonesia, Jakarta: 1989
[3] http://e-coversance.blogspot.com/2011/02/ilmu-pengetahuan-umum-dalam-agama-islam.html
diakses pada tanggal 09/03/2012
[5] http://zaldym.wordpress.com/2009/02/20/pandangan-islam-tentang-ilmu-pengetahuan/
diakses pada tanggal 09/03/2012
[15]
QS Al-Anbiya’, 21:107
[20]
http://zaldym.wordpress.com/2009/02/20/pandangan-islam-tentang-ilmu-pengetahuan/
di akses pada tanggal 09/03/2013